by

Sinergi Indonesia dan Taiwan Sepakat Dalam Bersihkan Sampah Laut

Dua negara yang di kelilingi lautan, Indonesia dan Taiwan akhirnya menjalin sebuah kerja sama untuk menjaga perairan yang menjadi rumah bagi jutaan makhluk hidup. Indonesia dan Taiwan sepakat untuk membersihkan sampah laut.

Melalui The Habibie Center (THC) dan Ocean Affairs Council (OAC) Taiwan meluncurkan kerja sama bertajuk “Indonesia Marine Debris Management Cooperation Project” (Proyek Kerja Sama Tata Kelola Sampah Laut di Indonesia).

Kerja sama ini berada di bawah payung Memorandum of Agreement (MoA) yang sebelumnya diluncurkan di Taipei, Taiwan pada 15 September 2025 di Taipei, Taiwan.

Sebagai tindak lanjut atas komitmen kerja sama tersebut, implementasi “Proyek Kerja Sama Tata Kelola Sampah Laut di Indonesia” secara resmi diluncurkan pada 5 November 2025.

Kerja sama ini meliputi penyelenggaraan lokakarya internasional dan penelitian bersama terkait tata kelola sampah laut di kawasan Indo-Pasifik.

Lokakarya akan diselenggarakan pada 6 November 2025 dan melibatkan pembicara dari Indonesia, Jepang, Filipina, dan Taiwan. Sedangkan, penelitian bersama akan membahas kolaborasi internasional di bidang teknologi dan inovasi manajemen sampah plastik yang rencananya diterbitkan melalui ASEAN Briefs, sebuah kanal publikasi di bawah THC.

Acara peluncuran implementasi kerja sama di Indonesia dibuka secara resmi oleh Ketua Dewan Pembina THC, Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, M.B.A., dan Direktur Departemen Pembangunan Internasional OAC, Lee Shan Ying, Ph.D.

Dalam pidato pembukanya, Dr. Ilham menggarisbawahi pentingnya meningkatkan kesadaran publik akan isu sampah laut dan dampaknya terhadap keberlangsungan ekosistem maritim.

“Kita perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk semua pihak yang terlibat dalam tata kelola sampah laut melalui kerja sama internasional dan penguatan sinergi lintas sektor,” ujarnya saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/11/2025).

“Kami memang mau menyelesaikan masalah sampah laut ini. Jadi kami sangat senang bekerja sama dengan siapa saja untuk menangani sampah laut, termasuk dengan OAC,” kata Ilham menambahkan.

Sementara itu, Dr. Lee menyatakan bahwa sebagai masyarakat maritim, Taiwan menyadari pentingnya upaya integrasi sumber daya di antara berbagai pemangku kepentingan dengan menjadikan kemitraan internasional sebagai daya penggerak di kawasan Indo-Pasifik.

“Kerja sama antara THC dan OAC merupakan manifestasi dari visi Taiwan untuk mewujudkan laut yang sejahtera melalui kemitraan global demi masa depan yang berkelanjutan,” ujarnya.

Dia juga menegaskan bahwa laut tidak mengenal batas, sehingga tanggung jawab untuk melindunginya juga tidak seharusnya dibatasi oleh batas wilayah.

“Kita semua mencintai laut. Kerja sama Ini saya berharap rumah kita yang biru ini bisa menjadi lebih indah. Laut merupakan masa depan kita, Indonesia dan Taiwan merupakan anak laut, kita hidup di laut Indo-Pasific. Kita diberikan Ikan, angin dan segalanya, sekarang laut membutuhkan kita untuk membersihkan sampah,” kata Lee.

Lee mengatakan, kerja sama dengan THC merupakan dokumen pertama kerjasama internasional Taiwan dalam membersihkan sampah laut. Tentunya, mereka tau mau kehilangan kesempatan emas dan ingin menjadi teladan bagi negara lain untuk pengolahan sampah laut.

“Selama kita bekerja sama dan saling percaya, kami yakin bisa menjadikan lautan Indo-Pasific menjadi rumah bersama yang indah,” imbuhnya.

Sementara itu, Prof. Muhammad Reza Cordova, Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia, menyatakan bahwa sampah laut dari wilayah Indonesia ditemukan telah hanyut ke wilayah lain, seperti Samudera Hindia dan mencapai benua lain seperti Benua Afrika.

“Oleh karena itu, upaya untuk menghadapi sampah plastik membutuhkan solusi komprehensif untuk mengatasi sampah dari hulu ke hilir. Sinergi multipihak merupakan faktor kunci dari kesuksesan pengelolaan sampah laut di Indonesia,” ujarnya.

Reza memaparkan BRIN memperkirakan jumlah kebocoran plastik yang masuk ke laut sudah ratusan ribu ton. Angkanya diperkirakan antara 200.000 hingga 650.000 ton per tahun.

“Berdasarkan penelitian kami, sekitar 10–20% kebocoran plastik dari bagian utara Jakarta dan barat Jawa dapat terbawa ke Samudra Hindia dan bahkan dalam waktu sekitar satu tahun bisa mencapai wilayah selatan Afrika,” paparnya.

Reza pun sedang THC menjalin kerja sama dengan OAC. Menurutnya Indonesia bisa banyak belajar dari Taiwan dalam proses daur ulang sampah laut.

“Tingkat daur ulang di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 10–20%, sedangkan di Taiwan mencapai 60%. Kita juga perlu melakukan inovasi sosial, misalnya dengan platform digital untuk mempercepat sistem daur ulang,” ujarnya.

Dia juga menekankan pentingnya untuk memahami berbagai temuan baru yang hadir sebagai konsekuensi sampah plastik laut, seperti adanya jejak
mikro plastik di berbagai wilayah laut di Indonesia.

Kerja sama di antara THC dan OAC ditujukan untuk menyinergikan upaya pengembangan kapasitas pengelolaan sampah laut di Indonesia dengan kapasitas dan pengalaman Taiwan dalam meningkatkan kualitas tata kelola sampah.

Kerja sama ini pun dilandasi oleh keselarasan lanskap geografis Indonesia dan Taiwan sebagai wilayah kepulauan dan maritim yang menjadi zona tangkapan sampah laut di kawasan Indo-Pasifik.

Melalui berbagai aktivitas seperti lokakarya dan publikasi riset, kerja sama ini diharapkan dapat mendorong terbentuknya skema kerja sama yang dapat diamplifikasi secara multipihak pada tingkat kawasan di Indo-Pasifik.

Oleh karena itu, The Habibie Center mengajak mitra nasional dan internasional dari berbagai sektor untuk bergerak bersama dalam mendukung upaya penanganan sampah plastik laut.