by

Claire Angela Santoso :  Ciptakan Inovasi Urban Farming Melalui Sistem Bertanam Hidroponik 

Belakangan banyak masyarakat yang mulai menerapkan gaya hidup
urban farming dengan menanam sayur sendiri di rumah. Selain untuk memenuhi kebutuhan sayur
harian bagi keluarga, menanam sayur juga memilki banyak manfaat seperti sebagai hobi untuk menghilangkan stress hingga dapat mendukung mengurangi efek global warming.

Berbagai pilihan metode menanam pun tersedia sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja. Tak terkecuali yang dilakukan oleh Siswi BINUS SCHOOL Simprug – Claire Angela Santoso yang mulai mendalami urban farming sekitar dua tahun lalu. Tak hanya menanam sayur, kegiatan yang dilakukannya juga
dikontribusikan bagi masyarakat.

Berawal dari project community development yang diadakan di sekolahnya, Claire memilih urban
farming untuk dikembangkan dan dikontribusikan kepada masyarakat.

Claire mulai melakukan riset, mengumpulkan referensi, dan mengunjungi toko hidroponik di daerahnya untuk menjawab
keingintahuannya tentang urban farming. Claire mendapati bahwa hidroponik merupakan metode yang hemat penggunaan air, waktu, efisien memaksimalkan penggunaan ruang di antara manfaat lainnya.

Namun, terdapat juga kekurangan dari metode ini, yaitu dalam hal biaya yang
tidak murah. Sejak saat itu, Claire terus bereksplorasi untuk menghasilkan sistem hidroponik yang efisien, efektif, dan ramah lingkungan.

Claire merancang dan membangun sistem hidroponik dengan memanfaatkan bahan bekas yang
dipergunakan kembali. Dia mengumpulkan gelas dan botol plastik bekas dari acara yang dihadiri,
memanfaatkan kotak styrofoam yang tidak terpakai dari toko buah, dan memanfaatkan terpal bekas. Sebagai pengganti sumbu flanel dan media rockwool yang biasa digunakan untuk bertanam hidroponik, alternatif menggunakan baju bekas, spons, foam dari sisa furniture, dan sabut kelapa.
Dia pun mempelajari satu hal bahwa sabut kelapa tidak dapat menahan kecambah bibit sayur sekuat media lainnya.

Selama berbulan-bulan melakukan percobaan dan melalui berbagai kegagalan, Claire akhirnya
menemukan teknik terbaik untuk menumbuhkan berbagai jenis benih sayuran. Dengan berbekal ide dan pengetahuan teknis dalam menggunakan bahan daur ulang untuk bertanam secara hidroponik, dia mulai mengunjungi wilayah dengan masyarakat ekonomi lemah dan memberikan edukasi untuk memanfaatkan sampah rumah tangga sehari-hari (plastik sekali pakai, wadah
styrofoam, pakaian) sebagai media menanam sayuran untuk dikonsumsi sehari-hari dengan biaya yang murah, serta hemat penggunaan air dan ruang.

Project ini akhirnya berkembang melampaui eksplorasi dan eksperimen awal. Claire menyadari bahwa bisnis merupakan jalan baginya untuk membuat perubahan dan kontribusi pada masyarakat, dia juga meyakini dapat membantu pertumbuhan bisnis sayuran di lingkungannya.

“Project ini saya memberi nama EcoGreen Hydroponics sebagai merek dan mulai mengadakan kerjasama dengan toko waralaba yang menjual sayuran dan buah di Jakarta. Kerjasama dalam bentuk sistem bagi hasil 70-30 di mana keuntungan yang diperoleh akan diinvestasikan kembali menjadi bahan
yang dibutuhkan untuk memproduksi lebih banyak sayur yang akan disalurkan kepada masyarakat,” kata Claire dalam keterangan tertulisnya Kamis (20/1/2022).

Sebagian sayuran yang dipanen juga disalurkan kepada pedagang gerobak sayur yang berjualan di daerahnya. Kepada pedagang ini Claire sengaja tidak mengambil untung, yaitu hanya menjual
seharga Rp1000,- (0,07 USD) sepotong di mana para pedagang bisa menjual hingga 7 kali lipat. Ini dilakukan sebagai wujud kontribusi untuk mendukung usaha mikro serta membantu masyarakat ekonomi lemah.

Bisa dibilang, kegigihan Claire dalam membangun EcoGreen Hydroponics sebagai sistem hidroponik yang
efisien untuk dikontribusikan kepada masyarakat, membuatnya berkesempatan berbagi cerita
kepada American Chamber of Commerce in Indonesia dalam diskusi bertajuk Young Changemakers Showcase Panel in 2020*. Dalam acara tersebut, Claire mempresentasikan ide, kegiatan dan rencana project ke depannya bersama 5 narasumber siswa lainnya yang berhasil
membangun organisasi yang berdampak kepada masyarakat.

Hidroponik menjadi kegiatan ekstrakurikuler buah dari rasa keingin-tahuannya selama dua tahun
terakhir untuk mendapatkan alternatif pengganti bahan konvensional yang lebih murah, bagaimana memaksimalkan potensi, dan memecahkan kendala yang dihadapi, yang pada akhirnya akan bermanfaat dan berdampak positif kepada masyarakat.