Merujuk data dari Globocan, terdapat 1.188 pasien baru yang terdiagnosis Limfoma Hodgkin. Sementara itu, angka kematian akibat Limfoma Hodgkin pada tahun 2020 mencapai 363 kasus. Sebagian besar pasien terdiagnosis Limfoma Hodgkin antara usia 15 dan 30 tahun, kemudian pada usia 55 tahun.
Melihat kondisi tersebut, PT Takeda Indonesia berkomitmen untuk menyediakan akses terhadap terapi inovatif bagi para pasien di Indonesia, termasuk pasien-pasien Limfoma Hodgkin dengan ekspresi CD30+ yang membutuhkan penanganan yang tepat untuk kondisi mereka.
Lebih dari itu, dalam rangka peringatan Hari Kanker Dunia 2022, PT. Takeda Indonesia mengadakan diskusi media bertajuk “Limfoma Hodgkin: dari Tantangan Menuju Harapan” guna meningkatkan kesadaran mengenai salah satu jenis kanker yang memiliki harapan sembuhnya paling tinggi.
Andreas Gutknecht, General Manager PT Takeda Indonesia mengatakan Takeda Indonesia sebagai salah satu perusahaan biofarmasi terkemuka, berkomitmen untuk menjalankan tujuan organisasi untuk menghadirkan obat-obatan inovatif yang dibutuhkan para pasien, sejalan dengan tujuan perusahaan Kesehatan yang lebih Baik untuk Pasien, dan Masa Depan Lebih Cerah untuk Dunia (Better Health for the People, Brighter Future for the World.” jelas Andreas Gutknecht, General Manager PT Takeda dalam acara diskusi media bertajuk “Limfoma Hodgkin: dari Tantangan Menuju Harapan” Selasa (15/2/2022).
Untuk diketahui, Limfoma Hodgkin adalah kanker pada sistem kelenjar getah bening. Sistem kelenjar getah bening adalah kumpulan jaringan dan organ yang membantu tubuh menyerang infeksi dan penyakit.
dr. Johan Kurnianda, Sp.PD KHOM – Konsultan Hematologi dan Onkologi Medik, yang bertindak sebagai narasumber mengatakan faktor risiko dari Limfoma Hodgkin belum dapat diketahui, namun sekitar 40% kasus Limfoma Hodgkin diasosiasikan dengan adanya infeksi Epstein-Barr Virus (EBV).
Selain itu ada pula faktor risiko seperti penurunan sistem imun, riwayat keluarga inti dengan Limfoma Hodgkin, jenis kelamin pria, dan kelompok usia tertentu (usia 15-30 tahun, dan usia lebih dari 55 tahun).
“Pada umumnya gejala yang muncul berupa pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau pangkal paha, yang dapat disertai B symptoms (demam lebih dari 38o C, berkeringat pada malam hari, penurunan bobot badan lebih dari 10% bobot badan selama 6 bulan), dan gejala lain seperti gatal-gatal, kelelahan yang luar biasa, dan mengalami reaksi yang buruk terhadap alkoho,” jelasnya.
Adapun, penegakan diagnosis Limfoma Hodgkin dilakukan melalui beberapa pengujian yaitu: pengecekan riwayat kesehatan, pemeriksaan lab darah, biopsi dan uji imunohistokimia (IHK) serta pemeriksaan radiologi (PET/CT scan). Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mendeteksi adanya penanda (biomarker) spesifik yang dapat membantu diagnosis, terapi, dan prognosis kanker. Penanda yang diperiksa pada umumnya adalah CD30, CD15, CD20, CD3, CD45, CD79a, dan PAX5. Lebih dari 98% kasus Limfoma Hodgkin tipe klasik mengekspresikan CD30 [3].
Sebelum melakukan pengobatan, penting untuk mengetahui seberapa jauh sel kanker telah menyebar. Proses ini disebut penentuan stadium (staging) Limfoma Hodgkin. Terdapat 4 stadium pada Limfoma Hodgkin.
Berdasarkan tatalaksana dari National Comprehensive Cancer Network (NCCN), jenis pengobatan Limfoma Hodgkin diantaranya : kemoterapi, terapi target, radioterapi, transplantasi sumsum tulang, dan imunoterapi.
“Pengobatan inovatif seperti terapi target dapat menjadi pilihan pengobatan. Brentuximab vedotin merupakan terapi target yang terdiri dari gabungan antibodi monoklonal dan MMAE. Antibodi monoklonal ini hanya menargetkan sel kanker yang memiliki CD30 pada permukaannya. MMAE merupakan zat penghancur sel kanker [6]. Pada penelitian yang melibatkan 102 pasien Limfoma Hodgkin dari berbagai negara, terapi target menggunakan Brentuximab vedotin diberikan pada pasien yang sudah tidak merespon terhadap kemoterapi & stem cell transplant. Penelitian ini menunjukkan bahwa terapi target dapat memberikan angka harapan hidup hingga 40,5 bulan” Terang dr. Johan.
Setelah pengobatan selesai, pasien perlu melakukan kontrol berkala dalam 5 tahun pertama: setiap 3-6 bulan selama 1-2 tahun, kemudian setiap 6-12 bulan sampai 3 tahun, selanjutnya setiap 1 tahun sekali.
Dari sisi akses pengobatan, berdasarkan laporan dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) negara dengan pendapatan nasional yang lebih rendah memiliki ketersediaan obat anti-kanker yang lebih rendah, termasuk terapi target. Hal ini menimbulkan perbedaan pada angka harapan hidup pasien kanker di berbagai negara.
Berbagai strategi dapat diterapkan untuk meningkatkan akses terhadap obat kanker, seperti: mengurangi biaya pengembangan, meningkatkan keandalan (reliability) rantai pasokan global, menyediakan program bantuan pasien.
Terkait dengan akses terhadap pengobatan Limfoma Hodgkin, Andreas menegaskan bahwa, “Takeda Indonesia berkomitmen untuk menyediakan akses terhadap pengobatan inovatif, salah satunya melalui Patient Assistance Program yang memungkinkan pasien yang terkendala secara finansial dapat memperoleh akses terhadap pengobatan Limfoma Hodgkin yang mengekspresikan CD30.”