by

Gizi Seimbang Dan Ketahanan Pangan Yang Tepat, Upaya Dalam Mencegah Anak Berperawakan Pendek

Prevalensi anak berperawakan pendek di Indonesia jumlahnya masih cukup tinggi. Faktanya, hal tersebut diperkuat dari sebuah penelitian terbaru South East Asian Nutrition Surveys kedua (SEANUTS II) yang mendapati prevalensi anak stunted dan anemia, khususnya di antara anak-anak usia di bawah 5 tahun di Indonesia, masih tinggi.

Bahkan, sebagian anak Indonesia yang menjadi bagian dari penelitian mengenai status gizi, asupan gizi, perilaku dan gaya hidup di empat negara Asia (Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam) tersebut juga masih belum terpenuhinya rata-rata asupan vitamin dan mineral yang direkomendasikan untuk tumbuh kembang yang sehat.

Tentu saja, situasi ini menuntut perhatian yang lebih serius dari berbagai pihak untuk meningkatkan akses yang lebih besar terhadap gizi yang lebih baik, yang dibutuhkan anak-anak Indonesia mencapai tumbuh kembang yang optimal dengan pendekatan pada perilaku dan gaya hidup sehat juga aktif.

Sementara, salah satu hasil utama dari SEANUTS II di Indonesia adalah kasus stunted yang masih banyak ditemukan pada anak-anak di wilayah Jawa-Sumatera, dengan prevalensi sebesar 28,4 persen. Ini artinya, satu di antara 3,5 anak berperawakan pendek. Adapun prevalensi anemia adalah 25,8 persen pada anak di bawah 5 tahun.  Bisa dikatakan, hampir 15 persen anak usia 7–12 tahun memiliki kelebihan berat badan atau obesitas.

Secara keseluruhan, SEANUTS II menunjukkan bahwa permasalahan anak stunted atau berperawakan pendek dan anemia masih ada, terutama pada anak-anak usia dini. Namun, untuk anak yang berusia lebih tua, tingkat prevalensi kelebihan berat badan dan obesitas lebih tinggi.

Selain itu, sebagian besar anak-anak tidak memenuhi kebutuhan rata-rata asupan kalsium dan vitamin D. Hasil pengecekan biokimia darah juga menunjukkan adanya ketidakcukupan vitamin D pada sebagian besar anak. Masalah gizi ini menjadi hal yang sangat penting. Untuk mengatasi kesenjangan gizi, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah melalui intervensi gizi yang lebih baik dan program edukasi.

Di Indonesia, FrieslandCampina melalui Frisian Flag Indonesia mulai melakukan studi SEANUTS II, pada 2019. Studi ini dilakukan di 21 kabupaten/kota di 15 provinsi dan melibatkan sekitar 25 tenaga dokter, ahli gizi, ahli kesehatan masyarakat, dan ahli olahraga. Bekerja sama dengan lembaga penelitian dan sejumlah universitas di Indonesia, SEANUTS II melakukan penelitian terhadap sekitar 3.000 anak dengan rentang usia antara 6 bulan sampai 12 tahun.

Urgensi untuk Meningkatkan Akses Gizi yang Lebih Baik

Hasil penelitian SEANUTS II ini menunjukkan adanya urgensi yang besar untuk memitigasi permasalahan gizi dengan langkah-langkah kolaboratif dan kebijakan yang strategis. Tujuannya untuk memberikan anak-anak Indonesia akses yang lebih besar terhadap gizi yang lebih baik dan menurunkan angka malnutrisi serta permasalahan gizi anak lainnya.

Apalagi baru-baru ini Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin dalam Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat telah menetapkan prevalensi stunting tahun 2022 harus turun setidaknya 3 persen melalui konvergensi program intervensi spesifik dan sensitif yang tepat sasaran. Wapres mengutip hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, yang menunjukkan angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24,4 persen atau menurun 6,4 persen dari angka 30,8 persen pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018. Pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting hingga 14 persen pada tahun 2024.

Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), Peneliti Utama SEANUTS II di Indonesia dan Guru Besar di Fakultas Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia mengatakan di harapkan data temuan yang dihasilkan dari SEANUTS II dapat menjadi acuan tenaga medis, pemerintah, bahkan orang tua, untuk menanggulangi masalah malnutrisi di Indonesia. Studi ini menunjukkan bahwa permasalahan stunted atau perawakan pendek, anemia, asupan makanan, aktivitas fisik anak dan kebugaran jasmani terkait kesehatan, perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai pihak.

“Untuk itu, sudah saatnya bagi semua pihak terutama dalam hal ini masyarakat maupun pemerintah bisabersinergi terutama dalam meningkatkan ketahanan pangan dan ketersediaan makanan yang bisa memberikan asupan gizi yang seimbang, agar anak meningkatkan akses kepada sumber gizi yang sehat dan tumbuh kembangnya berlangsung dengan optimal,” ujar Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) dalam acara diskusi FrieslandCampina, dengan bangga mempersembahkan hasil SEANUTS II saat ditemui di Hotel Pullman Thamrin Jakarta Senin (20/6/2022).

Andrew F Saputro, Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia mengatakan, Frisian Flag Indonesia sebagai bagian dari FrieslandCampina, dengan bangga mempersembahkan hasil SEANUTS II kepada keluarga Indonesia dan pemangku kepentingan terkait.

“Kami berharap SEANUTS II dapat menjadi data komplementer bagi data nasional yang ada, dan dapat dijadikan referensi bagi pemerintah, akademisi, pemangku kepentingan dan semua pihak yang terkait sebagai basis data pembuatan program intervensi ataupun perumusan kebijakan terkait peningkatan status gizi generasi bangsa. Frisian Flag Indonesia berkomitmen untuk terus berperan aktif membantu pemerintah untuk meningkatkan literasi dan perbaikan status gizi keluarga Indonesia melalui penyediaan sumber gizi yang berkualitas, dalam upaya membangun keluarga Indonesia yang sehat sejahtera dan selaras,” jelas Andrew F. Saputro.

“Studi SEANUTS semakin menguatkan tekad Frisian Flag Indonesia untuk terus melakukan berbagai inovasi produk, program intervensi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan akan kesehatan umum dan literasi gizi. Pada tahun 2013, studi SEANUTS I menjadi latarbelakang lahirnya program Gerakan Nusantara atau program edukasi gizi anak sekolah yang hingga kini telah menjangkau lebih dari 2,5 juta anak sekolah dasar di berbagai pelosok sekolah di tanah air. Serta untuk inovasi, kami telah meluncurkan berbagai produk susu keluarga dan pertumbuhan yang tepat gizi dengan harga terjangkau.” tutup Andrew.

Untuk diketahui, SEANUTS II merupakan lanjutan dari South East Asian Nutrition Surveys (SEANUTS I), yang dipublikasikan pada tahun 2013. Penelitian skala besar ini dilakukan oleh FrieslandCampina, dalam rentang waktu antara 2019 dan 2021, bekerja sama dengan universitas dan lembaga penelitian terkemuka di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. SEANUTS II melibatkan hampir 14.000 anak, antara usia enam bulan hingga 12 tahun, khusus menyoroti ‘triple burden of malnutrition’, yang terdiri dari kekurangan gizi, kekurangan zat gizi mikro, dan kelebihan berat badan/obesitas. Ketiga masalah ini seringkali terjadi berdampingan di suatu negara dan bahkan bisa terjadi dalam satu rumah tangga. Stunting, adalah salah satu bentuk dari kekurangan gizi di Indonesia masih menjadi isu yang perlu diperhatikan. (FA)