Berdasarkan hasil studi, 84% wisatawan lebih memilih perjalanan yang sepenuhnya mandiri atau setengah-mandiri dibanding mengikuti paket tur, dan 46% wisatawan bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi agar lebih bebas mengakomodasi perubahan dalam rencana perjalanan mereka.
Terkait itu, dan seiring dengan bangkitnya tren perjalanan pascapandemi, studi menunjukkan bahwa fleksibilitas, kenyamanan, dan keamanan terus dicari oleh para wisatawan di seluruh dunia. Studi Global Travel Intentions (GTI) 2023 Visa terbaru menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat menyukai memegang kendali dan kemandirian dalam bepergian.
Sementara, studi GTI mengungkapkan bahwa motivasi utama orang Indonesia bepergian di dalam dan ke luar negeri sebagian besar adalah untuk bersantai (58%), menjelajahi sesuatu yang baru (45%), dan berbelanja (38%). Sebanyak 92% responden memilih Asia Pasifik sebagai tujuan traveling. Tiga negara utama yang dituju: Singapura, Jepang, Malaysia, kemudian disusul Australia di posisi keempat.
Riko Abdurrahman, Presiden Direktur Visa Indonesia mengatakan peningkatan aktivitas traveling pascapandemi bahkan telah melampaui sebelum pandemi. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi kita semua. Dengan demikian, Visa optimis bahwa pariwisata akan tetap menjadi tulang punggung ekonomi yang vital, terutama menjelang musim liburan akhir tahun.
“Untuk itu, Visa memfasilitasi aktivitas belanja lintas negara yang aman dan nyaman, baik bagi wisatawan asing yang datang dan berbelanja di berbagai landmark lokal yang menarik, maupun bagi masyarakat Indonesia yang bepergian di dalam maupun ke luar negeri,” jelas Riko Abdurrahman Contactless Talk : Traveling Pascaoandemi, Emang Boleh Seflexsible itu? saat ditemui di Heritage, Setiabudi Jakarta Senin (18/12/2023).
Travel Influencer Marischka Prudence mengungkapkan, hal ini juga sangat didukung oleh perkembangan teknologi yang cukup pesat di masa pandemi.
“Kalau dulu kita mau ke luar negeri effort-nya banyak banget, harus tukar uang dulu, sekarang sudah jauh lebih praktis. Terutama sistem pembayaran yang jauh lebih mudah,” ungkap Marischka.
Hal ini sejalan dengan temuan Studi GTI 2023 Visa bahwa dalam merencanakan perjalanan, wisatawan cenderung memesan tiket dan akomodasi secara online, yang kebanyakan dilakukan menggunakan kartu (42%) dan dompet digital (32%).
Meningkatnya aktivitas traveling juga tercermin dari data Bank Negara Indonesia (BNI) yang menemukan adanya kenaikan transaksi Kartu Kredit BNI di kategori merchant Travel Related baik online maupun offline, untuk perjalanan domestik maupun internasional yang meningkat sekitar 31% pada periode YTD November 2023 dibanding periode yang sama di tahun 2022.
Prilyanti Maulydia, Department Head of Premium Partnership BNI Card Business mengungkapkan data Bank BNI mengyebut open border yang dimulai Kuartal-III atau bahkan Kuartal-IV 2022, serta relaksasi aturan perjalanan di masa pasca pandemi membuat adanya peningkatan demand pariwisata di tahun 2023.
“BNI menangkap peluang dan menyediakan solusi travel terbaik untuk Pemegang Kartu Kredit BNI berupa promo dan event seputar traveling,” ungkap Prilyanti Maulydia.
Studi GTI mengungkapkan bahwa motivasi utama orang Indonesia bepergian di dalam dan ke luar negeri sebagian besar adalah untuk bersantai (58%), menjelajahi sesuatu yang baru (45%), dan berbelanja (38%). Sebanyak 72% wisatawan Indonesia juga masih memiliki kekhawatiran terkait pembayaran sebelum melakukan perjalanan. Hal ini dapat menimbulkan stres bagi mereka yang belum berpengalaman dalam pembayaran digital, dan yang merasa perlu membawa uang tunai serta mencari tempat penukaran uang dan ATM.
Pembayaran contactless telah menjadi pilihan di banyak negara di seluruh dunia. Hal ini juga turut didukung temuan BNI bahwa transaksi contactless menjadi salah satu fitur yang sangat digemari. “Traveler membutuhkan pola travel yang seamless dan simple. Permintaan untuk migrasi ke kartu contactless pun semakin besar,” tambah Prilyanti.
Marischka turut berbagi pengalamannya menggunakan pembayaran dengan kartu contactless di luar negeri. “Di banyak negara, sekarang hampir tidak perlu tukar dengan mata uang negara tersebut kalau kita punya kartu Visa contactless. Misalnya Singapura, penggunaan pembayaran dengan kartu contactless sudah sangat luas. Mulai dari food court sampai MRT bisa tinggal tap. Di Jepang juga sudah ada taksi yang bisa menerima pembayaran dengan kartu Visa contactless. Kan kalau di sana, kita nggak bisa berhenti lama-lama. Kalau harus cari-cari uang cash dulu suka ribet. Nah dengan kartu contatcless ini tinggal tap, lalu turun,” tuturnya.
Sudah merasakan kemudahan menggunakan pembayaran contactless, Marischka pun mengungkapkan harapannya agar di Indonesia, adaptasi pembayaran kartu contactless bisa semakin luas.
Terkait hal ini, Riko menambahkan, “Acceptance pembayaran contactless di negara-negara Asia Pasifik seperti Singapura dan Australia sudah hamper 100%. Secara global sendiri, acceptance contactless sudah lebih dari 50%. Metode contactless ini memang sangat nyaman digunakan selain untuk bertransaksi juga untuk transportasi. Metode Visa contactless sudah diterima untuk pembayaran transit di lebih dari 150 kota. Tahun lalu, kita sudah mencapai 1 miliar transaksi untuk transportasi, seperti di MRT.”
Tetap Waspada di Musim Libur Akhir Tahun
Selain traveling, musim libur akhir tahun juga identik dengan shopping. Peningkatan transaksi yang terjadi di musim libur ini harus disertai dengan kewaspadaan baik dari sisi konsumen, merchant, maupun institusi keuangan dan jaringan pembayaran. Belum lama ini, Visa merilis Holiday Edition Threats Report, yang mengantisipasi peningkatan aktivitas penipuan selama musim liburan di seluruh transaksi, baik dengan kartu fisik (card-present/CP) maupun secara online (card-not-present/CNP). Data Visa menunjukkan bahwa dari kategori top merchant yang menjadi target penipu, tingkat penipuan pada musim libur tahun 2022 meningkat 11% dibandingkan di luar musim libur. Angka ini meningkat 8% dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
“Salah satu metode penipuan yang sering digunakan adalah penipuan dengan intercept OTP (one-time-password), biasanya melalui social engineering. Mengaku dari bank atau institusi lainnya. Tapi jangan takut. Visa punya sistem keamanan yang bisa mendeteksi indikasi penipuan seperti itu apabila dilakukan dalam jaringannya,” tutur Riko.
Beberapa Kebiasaan untuk Membantu Konsumen Berbelanja dengan Aman
Beberapa Kebiasaan dari Visa ini dapat membantu konsumen dalam berbelanja di musim liburan agar tetap aman. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:
• Periksa Kembali Reputasi dan Keaslian Toko: Pilihlah toko tepercaya dan yang sudah Anda kenal dengan baik. Jika Anda mempertimbangkan untuk membeli dari toko di mana Anda belum pernah bertransaksi, lakukan riset untuk memeriksa reputasi dan keasliannya.
• Amankan Informasi Pribadi Anda: Pastikan situs web menggunakan teknologi yang aman. Saat melakukan checkout, alamat situs web harus dimulai dengan ‘https://’. Huruf ‘s’ adalah singkatan dari secure yang berarti data Anda dienkripsi dan dikirim melalui koneksi yang aman.
• Hindari Wi-Fi Publik untuk Berbelanja: Jaringan Wi-Fi publik sering kali tidak aman, sehingga memudahkan para peretas untuk mencuri informasi Anda. Selalu gunakan koneksi internet pribadi yang aman saat Anda melakukan pembelian.
• Waspadai Penawaran yang Terlalu Menarik: Penawaran yang terdapat di situs web atau masuk ke email sering kali terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, terutama ketika harganya sangat rendah untuk barang-barang yang sulit didapat. Konsumen harus curiga dengan penawaran semacam itu. (FA)
Comment