Di era digital ini, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan digital skills gap. Salah satunya adalah kebutuhan tenaga kerja di bidang digital yang masih belum terpenuhi.
Berdasarkan data dari Bank Dunia tahun 2016, Indonesia mengalami kekurangan tenaga kerja semi terampil dan terampil sejumlah 600ribu orang setiap tahun. Artinya, Indonesia harus menciptakan tenaga kerja digital sebanyak 9 juta orang sampai tahun 2030.
Dalam event LiteBites 40.0 Niagahoster bersama Refactory, CEO Refactory, Taufan Aditya mengatakan belum banyak inisiatif strategis untuk menumbuhkan dan mengembangkan talenta digital di Indonesia. Satu perubahan di pendidikan tinggi yang telah dilakukan, yaitu program Kampus Merdeka bisa menjadi satu inisiasi yang menjanjikan karena penekanan mahasiswa untuk lebih aktif di luar kampus. Sehingga mahasiswa yang tertarik di bidang digital, bisa lebih mengembangkan dirinya di luar kampus.
“Orang Indonesia sebenarnya sudah kreatif dan terbiasa memecahkan masalah. Kita juga pekerja keras. Tapi satu hal yang penting namun kurang dikuasai oleh orang Indonesia adalah bahasa Inggris. Bahasa Inggris sepertinya keahlian kecil tapi sangat penting karena termasuk satu skill krusial dalam penguasaan skill lain, termasuk keterampilan digital,” jelas Taufan dalam keterangan tertulisnya Senin (3/1/2022).
“Apalagi karena materi-materi bagus tentang keterampilan digital masih didominasi oleh materi dalam bahasa Inggris,” imbuhnya.
Ia menambahkan, kebanyakan pimpinan perusahaan teknologi juga hanya fokus pada pertumbuhan bisnis. Sementara, tenaga penggerak utama sudah tidak tersedia dengan perkembangan teknologi yang terjadi. Perlunya kesadaran dan kemauan perusahaan untuk pemupukan talenta.
“Perusahaan akan mengalami kesulitan jika tidak memiliki kemampuan pemupukan talenta internal,” ujarnya.
Pemupukan talenta internal bisa dilakukan dengan mengadakan Learning Day seperti yang diterapkan secara rutin oleh Niagahoster. Pada Learning Day, Niagahoster memberi kesempatan para karyawan untuk meningkatkan skill mereka selama satu hari penuh dengan mengikuti online course, membaca buku, mendiskusikan suatu topik bersama rekan kerja yang lain, atau dengan berbagai pilihan kegiatan lain. Kegiatan ini juga sebagai implementasi salah satu value di Niagahoster, yaitu Learn and Be Curious.
“Memang tidak mudah untuk merumuskan solusi mengatasi kelangkaan talenta digital di Indonesia. Inisiatif pemerintah yang strategis harus didorong dengan policy yang terarah, sehingga bisa menciptakan surplus tenaga produktif, termasuk di bidang digital,” ungkapnya.
Peran Komunitas untuk Talenta Digital Indonesia
Peter J. Kambey, Brand Ambasador Niagahoster yang juga merupakan pakar IT, menganalisa ketersediaan talenta digital Indonesia melalui data mahasiswa perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Hasilnya, hanya ada sekitar 100-200ribu mahasiswa yang mengambil jurusan Teknik Informatika dan potensial untuk menjadi talenta digital Indonesia. Padahal, setiap tahunnya Indonesia membutuhkan 600ribu talenta digital.
Namun, data tersebut hanyalah talenta di perguruan tinggi. Banyak pula talenta digital potensial yang tidak mengenyam pendidikan tinggi.
“Lulusan SMK juga bisa survive di dunia teknologi, asalkan balance antara semangat bekerja dan semangat belajar. Coba saja masuk komunitas teknologi untuk belajar banyak. Dari sana, tidak menutup kemungkinan juga untuk mendapatkan pekerjaan, karena saat ini terjadi tren perusahaan tidak hanya melihat latar belakang pendidikan,” tutur Peter.
Peran komunitas teknologi cukup besar untuk memupuk talenta digital Indonesia. Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh komunitas. Dimulai dari forum tanya jawab sederhana yang ternyata sangat efektif untuk calon talenta digital yang sedang belajar tentang teknologi.
“Banyak dari kalangan mahasiswa yang baru masuk kuliah dan banyak ingin tahu. Forum tanya jawab menjadi salah satu solusi untuk talenta digital yang membutuhkan pembelajaran secara gratis,” ujar pria yang aktif di komunitas PHP Indonesia itu.
Selanjutnya adalah seminar, kelas, dan workshop untuk memperlengkapi kebutuhan pembelajaran tentang teknologi. Di masa pandemi, seminar atau workshop banyak dilaksanakan secara online namun tetap efektif untuk membuka wawasan tentang apa yang sedang terjadi saat ini di dunia teknologi.
“Selain itu, kolaborasi dan sponsorship untuk komunitas juga amat penting karena tidak mungkin kebutuhan industri hanya dihandle oleh satu tangan atau dikelola satu institusi saja. Kita butuh bergandengan tangan antara komunitas, bisnis, dunia pendidikan, dan pemerintah untuk membangkitkan lebih banyak talenta digital di Indonesia,” kata Peter.
Sedangkan sponsorship dibutuhkan agar komunitas dapat berkontribusi dengan maksimal tanpa bingung memikirkan biaya yang dikeluarkan. Terutama karena sebagian besar kontribusi yang dilakukan komunitas adalah bersifat cuma-cuma.
“Saya sangat menyarankan dan meng-encourage calon talenta digital untuk bergabung di komunitas untuk mengembangkan skill. Komunitas adalah tempat yang disediakan untuk orang yang ingin berbagi dan diberi kesempatan untuk membagikan apa yang sudah ia ketahui pada orang lain. Sehingga menjadi kesempatan besar bagi kita untuk belajar banyak di sana,” tutupnya.
Comment