by

AI: Sekadar Tren Atau Sudah Menjadi Kebutuhan?

Pada Senin (9/9/2024), melalui tema AI: Sekadar Tren Atau Sudah Menjadi Kebutuhan?. Selular Business Forum (SBF) kembali menggelar diskusi terkait kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) di Jakarta.

Bisa dikata, penerapan kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI) sudah tidak asing lagi di industri. Banyak perusahaan telah memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mendorong produktifitas sekaligus efisiensi. Dengan perkembangan yang massif, AI Generatif diyakini akan mendorong transformasi pada berbagai industri global.

AI sendiri, sejatinya AI bukan barang baru. Operator telekomunikasi misalnya telah menerapkan AI dalam praktik bisnis sejak lama. AI tradisional tersebut, seperti advanced analytics, traditional machine learning, dan deep learning.

Kini tantangan penerapan AI adalah bagaimanan agar tidak terjebak dalam teknologi semata. Dengan demikian, banyak pelaku industri yang memasaksakan penerapan AI karena ikut-ikutan, tanpa melihat prospek bisnis dan ditopang oleh SDM yang mumpuni.

Untuk itu pada diskusi SBF bertema tema AI: Sekadar Tren Atau Sudah Menjadi Kebutuhan? dengan moderator Chief Editor Selular, Uday Rayana ini mengundang sejumlah narasumber yang berkompeten. Pada narasumber dalam diskusi ini adalah Deputy EVP Digital Technology and Platform Business, Telkom Indonesia, Ari Kurniawan; Vice President IT Development Bank DKI, Hafid Hudanul Eka Ebpa; CEO Glair, William Lim; Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya Kominfo RI, R Wijaya Kusumawardhana.

Deputy EVP Digital Technology and Platform Business, Telkom Indonesia, Ari Kurniawan tren kapitalisasi pasar global generatif AI ini menarik tingkat modal yang signifikan di semua segmen dari US$ 44 pada tahun 2020 menjadi US$ 16.300 pada tahun 2023. Hal tersebut membuat AI kini sudah menjadi kebutuhan bagi banyak industri di dunia termasuk Indonesia.

Namun di Indonesia sendiri, penerapan AI masih tertinggal bahkan jika dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara atau ASEAN. Indonesia berada di posisi keempat dengan overall index 61,03, di bawah Singapura (81,97), Malaysia (68,71) dan Thailand (63,03). Untuk mengejar ketertinggalan itu, Ari Kurniawan menyebut harus ada strategi nasional untuk penerapan AI di Indonesia.

“Tentu strategi ini harus ada sasarannya seperti Berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan; Menumbuhkan ekosistem digital untuk kecerdasan buatan; Menciptakan lingkungan kebijakan yang memungkinkan kecerdasan buatan; Membangun kapasitas sumber daya manusia dan mempersiapkan diri menghadapi pasar tenaga kerja; transformasi; hingga Kerjasama internasional untuk kecerdasan buatan yang dapat dipercaya,” ujar Ari.

Dia menambahkan ada sasaran kunci di berbagai yang juga bisa menjadi strategi AI Nasional seperti Layanan Kesehatan: Peningkatan penyampaian melalui solusi yang mendukung AI; Reformasi Birokrasi: Menyederhanakan operasional pemerintah melalui AI; Pendidikan & Penelitian: Inovasi dan tenaga kerja terampil; Ketahanan Pangan: Meningkatkan hasil, mengoptimalkan rantai pasokan melalui A, hingga Mobilitas & Kota Cerdas: Perkotaan yang lebih cerdas dan berkelanjutan.

Perlu Adanya Regulasi

Ari juga menambahkan tidak hanya hanya sekadar sasaran strategi yang harus diperhatikan, tetapi juga harus ada aturan atau regulasi yang mengatur penggunaan AI di negara ini. “Jadi harus ada aturan terkait investasi, kompetisi hingga keberlangsungan bisnis AI. Aturan ini juga untuk mengukur dampak positif dan menghindari dampak negatif dari pemanfaatan AI,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya Kominfo RI, Wijaya Kusumawardhana yang mengatakan jika AI adalah alat bagi Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dengan negara lain. “Apalagi negara kita ini memiliki generasi muda yang luar biasa banyak yakni 105 juta warga muda,” ujar Wijaya.

Untuk sektor ekonomi, Wijaya mengatakan kontribusi AI pada pendapatan domestik bruto pada tahun 2030 nanti secara global 13 triliun USD, di ASEAN 1 triliun USD, dan Indonesia sendiri 366 miliar USD. Hal tersebut yang wajib dimanfaatkan para pelaku usaha tidak hanya di bidang teknologi tetapi juga industri lainnya.

Terkait aturan untuk pemanfaatan AI ini, Wijaya menjelaskan Kementerian Kominfo telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Kominfo. “Sudah ada Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial sebagai panduan pengembangan AI yang merupakan turunan dari UU ITE dan UU PDP,” sambungnya.

Penerapan AI di Bank DKI

Di sisi lain, CEO Glair, William Lim mengatakan penerapan AI ini sudah banyak digunakan di berbagai bidang, seperti customer support, recruitment, training, hingga debt collector. “Paling populer tentu customer support karena 90% menggunakan AI. Bahkan untuk sekarang debt collector juga bisa digantikan AI karena bisa menghubungi pelanggan atau nasabah secara langsung,” ungkapnya.

Sementara itu, Vice President IT Development Bank DKI, Hafid Hudanul Eka Ebpa yang diwakili M Surandra Pohan selaku Pimpinan Divisi IT Digital Platform & E-Channel Development mengatakan banyak manfaat dari AI di dunia perbankan, seperti menentukan credit skoring nasabah atau calon nasabah, bisa juga untuk fraud detection atau mendeteksi kejahatan siber, hingga membantu percakapan dengan para nasabah. “Strategi Bank DKI sendiri dalam AI yakni Business Planing, lalu melatih SDM, proses penerapan hingga akhirnya penerapan teknologinya,” tandasnya. (FA)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed